Dari AbuHurairah Ra., bahwasanya Rasullullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Jika ada seseorang berkata,
“orang banyak (sekarang ini) sudah rusak, maka orang yang berkata itu
sendiri yang paling rusak di antara mereka.” (HR. Muslim)
Al
Imam An Nawawi ketika menulis Hadits ini dalam kitab
Riyadhus-Shalihin, beliau memberikan penjelasan seperti berikut:
“Larangan semacam di atas itu (larangan mengatakan orang banyak telah
rusak) adalah untuk orang yang mengatakan sedemikian rupa dengan tujuan
rasa bangga pada diri sendiri, sebab dirinya tidak rusak, dengan tujuan
merendahkan orang lain dan merasa dirinya lebih mulia daripada mereka.
Maka yang demikian ini adalah haram.
Adapun orang yang berkata
seperti ini karena ia melihat kurangnya perhatian orang banyak terhadap
agama mereka serta didorong oleh perasaan sedih melihat nasib yang
dialami oleh mereka, dan timbul dari perasaan cemburu terhadap agama,
maka perkataan itu tidak ada salahnya.
Entahlah mengapa, ada dari
kita yang selalu punya kecenderungan untuk menjadi sosok yang gemar
sekali mencari-cari kesalahan orang lain. Lihat saja betapa mudahnya
seseorang menuntut dan mengkritik orang lain. Sebenarnya boleh-boleh
saja mengkritik teman atau siapa pun, tapi dalam menyampaikan kritik,
saran atau sebuah koreksi, sebaiknya kita tetap menghormati orang yang
kita kritik. Karena itu dalam menyampaikan informasi yang sifatnya
sebuah koreksi, sebaiknya kita menyampaikannya dengan cara yang baik,
ramah dan lembut. Dan jangan pernah menyampaikan dengan cara yang
langsung menyudutkan dan menyalahkan, tapi kemukakanlah pendapat kita
dengan cara yang baik, santun dan bijak.
Jangan terlalu sibuk
melihat diri orang lain, dan mengganggap diri orang lain lebih dari
anda, sesungguhnya Tuhan telah menciptakan kita semua SAMA BERHARGA.
jangan terlalu sibuk menilai orang lain, namun diri sendiri tak pernah
dinilai bagaimana karakter kita selama ini dihadapan orang lain…
Berkatalah yang baik atau diam.
Ya, kita sebagai manusia memang telah diberikan banyak sekali nikmat
oleh Allah SWT termasuk nikmat dapat berbicara. Akan tetapi, banyak
yang salah menggunakan nikmat ini. Mereka tidak mengerti bahwa mulut
yang telah dikaruniakan oleh-Nya seharusnya dapat dijaga dengan baik
dan digunakan hanya untuk kebaikan.
jangan terlalu sibuk mencari
kesalahan orang lain, tapi kita tak pernah mencari kesalahan kita…kita
tanpa sadari mungkin sering bahkan sangat sering menjadikan diri orang
lain sebagai sumber cemohan, sumber salah, dll. namun sedikit sekali
mnjadikan diri orang lain sebagai cerminan kita untuk melihat apakah
kita sudah jadi lebih baik dari orang itu ??? kebanyakan kita hanya
menjadikan tempat cemohan, tempat untuk menghakimi, tempat untuk
menilai karakter seseorang.
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah, hendaklah ia berkata yang baik atau diam” (Muttafaq ‘Alaihi) Lalu dalam hadist lain disebutkan: “Allah SWT memberi rahmat keapda orang yang berkata baik lalu mendapat keuntungan, atau diam lalu mendapat keselamatan.” (HR. Ibnul Mubarak)
Demikianlah,
lidah seseorang itu sangat berbahaya sehingga dapat mendatangkan
banyak kesalahan. Imam Ghazali telah menghitung ada 20 bencana karena
lidah antara lain berdusta, ghibah (membicarakan orang lain), adu
domba, saksi palsu, sumpah palsu, berbicara yang tidak berguna,
menertawakan orang lain, menghina orang lain, mencari-cari kesalahan
orang lain, dsb.
Dalam mengkritik, kita harus bijak, kita juga
harus memusatkan perhatian pada kemampuan orang yang kita kritik.
Carilah satu kelebihan dalam diri orang tersebut. Walaupun tampaknya
dimata kita kemampuannya kecil/sepele dan kita masih bisa jauh lebih
baik dari orang tersebut. Namun, cobalah bertanya pada diri sendiri,
bagaimana bila kita berada di posisi orang yang kita kritik, tanpa
mempertimbangkan sedikitpun, kebenaran dan kemampuannya?
Kita juga harus memeriksa kembali apa motif kita
mengkritik (tanyakan dengan jujur pada diri sendiri). Dan tanyakan
juga apa keuntungan yang kita raih setelah mengkritik dan mencari-cari
kesalahan orang lain. Karena, apabila yang namanya kritik itu,
hanyalah sebuah upaya untuk menonjolkan konsep tentang diri
sendiri. Atau kadang untuk membuktikan bahwa kita lebih pintar dari
orang yang kita kritik (yang kita cari-cari kesalahannya, kelemahannya).
Jika motif kita seperti itu, maka segeralah berhenti untuk mengkritik
dan mencari-cari kesalahan orang lain. Ketahuilah, tidak ada orang yang
luput dari salah dan khilaf, dan begitupun diri kita.
Daripada
kita terus menerus menyibukkan dan melelahkan diri kita dengan
mengorek-ngorek dan mencari-cari kesalahan dan kelalaian orang lain,
yang bisa kita jadikan senjata untuk menyerangnya, bukankah lebih baik
kita berpikir positif. Coba tanyakan dengan jujur pada diri kita
sendiri, sudah mampukah kita berbuat lebih baik dari orang yang kita
kritik atau kita cari-cari kesalahannya? Caranya hanya satu, yakni
dengan pembuktian,lakukanlah ”sama persis” ”segala hal” yang dilakukan orang yang kita cari-cari kesalahannya.
Kita buktikan pada diri sendiri dan dunia, apakah kita bisa
melakukannya sama dengan orang yang kita cari-cari kesalahan/
kekurangannya, atau kita bisa melakukannya lebih baik dari orang
tersebut? Semua ini hanya bisa diketahui dengan ”pembuktian”.
Istilahnya, jangan
cuma sekedar bisa meng-kritik atau mencari-cari kesalahan orang lain
saja, coba lakukan terlebih dahulu, ”semua hal” yang dilakukan orang
yang kita kritik atau yang kita cari-cari kesalahannya, kemudian lihat
hasil yang kita capai, apakah hasil yang kita capai lebih baik darinya,
sama dengannya atau lebih buruk darinya? Mampukah kita berbuat seperti
dia, sebaik dia, atau lebih baik dari dia? Dan kalaupun
ternyata kita memang mampu berbuat lebih baik daripada orang yang kita
cari-cari kesalahannya/kritik, maka bersyukurlah, jangan sampai hal
tersebut menjadikan kita ujub dan tidak berarti hal tersebut
membolehkan kita meneruskan mencari-cari kesalahan orang lain,
perhatikanlah hadits-hadits shahih terkait.
Seorang ahli hikmah
berkata, aku tidak pernah menyesali apa yang tidak aku ucapkan, namun
aku sering sekali menyesali perkataan yang aku ucapkan. Ketahuilah,
lisan yang nista lebih membahayakan pemiliknya daripada membahayakan
orang lain yang menjadi korbannya. (mengutip perkataan, Dr. Aidh Bin
Abdullah Al-Qarni. M.A.)
Kita sebagai umat islam tidak berhak
untuk mencari-cari kesalahan orang lain lalu menyebarkannya apalagi
berusaha mempermalukan orang tersebut didepan umum, dengan menggunakan
ilmu/kepandaian kita.
Perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini: ”Aku peringatkan
kepada kalian tentang prasangka, karena sesungguhnya prasangka adalah
perkataan yang paling bohong, dan janganlah kalian berusaha untuk
mendapatkan informasi tentang kejelekan danmencari-cari kesalahan orang lain, jangan pula saling dengki, saling benci, saling memusuhi, jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara” (H.R Bukhari, no (6064) dan Muslim, no (2563).
Perhatikan firman Allah SWT berikut ini: ”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa.Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan
janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu
yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS. Al Hujuraat [49] : 12)
Perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini: ”Tahukah kalian apa itu ghibah? Jawab
para sahabat : Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui. Maka kata
Nabi saw: “engkau membicarakan saudaramu tentang apa yang tidak
disukainya. Kata para sahabat: Bagaimana jika pada diri saudara kami itu benar ada hal yang dibicarakan itu? Jawab Nabi SAW:
Jika apa yang kamu bicarakan benar-benar ada padanya maka kamu telah
mengghibah-nya, dan jika apa yang kamu bicarakan tidak ada padanya maka
kamu telah membuat kedustaan atasnya.”(HR Muslim/2589, Abu Daud 4874, Tirmidzi 1935)
Abdullah
bin Umar ra menyampaikan hadits yang sama, ia berkata, ” suatu hari
Rasulullah SAW naik ke atas mimbar, lalu menyeru dengan suara yang
tinggi :”Wahai sekalian orang yang mengaku berislam dengan lisannya dan
iman itu belum sampai ke dalam hatinya. Janganlah kalian menyakiti
kaum muslimin, janganlah menjelekkan mereka, jangan mencari
cari aurot mereka. Karena orang yang suka mencari cari aurot
saudaranya sesama muslim, Allah akan mencari cari aurotnya. dan siapa
yang dicari cari aurotnya oleh Allah, niscaya Allah akan membongkarnya
walau ia berada di tengah tempat tinggalnya (HR. At Tirmidzi
no. 2032, HR. Ahmad 4/420. 421, 424 dan Abu Dawud no. 4880. hadits
shahih) (keterangan: yang dimaksud dengan aurot disini adalah aib/cela
atau cacat, kejelekan dan kesalahan. Dilarang mencari cari
kejelekan/kesalahan seorang muslim untuk kemudian diungkapkan kepada
manusia – tuhfatul Ahwadzi).
Dari hadits di atas dapat digambarkan
dengan jelas pada kita betapa besarnya kehormatan seorang muslim.
Sampai sampai ketika suatu hari Abdullah bin Umar ra memandang Ka’bah,
ia berkata: ” Alangkah agungnya engkau dan besarnya kehormatanmu. Namun seorang mukmin lebih besar lagi kehormatannya disisi Allah darimu. (HR Tirmidzi no. 2032)
Jadi,
sebaiknya kita memelihara perkataan dan perbuatan kita, memang
tampaknya enak dan menyenangkan mengkritik orang lain, apalagi bila kita
bisa menemukan celah dari hasil kita mengorek-ngorek kesalahan orang
yang kita kritik, karena hal tersebut bisa kita jadikan senjata untuk
melontarkan kritik kita. Tapi sebelum itu semua, cobalah terlebih dulu
berusaha menjadi orang yang kita kritik, sangat penting untuk “melakukan
sama persis, semua hal yang dilakukan orang yang kita kritik dan yang
kita cari-cari kesalahannya” kita buktikan terlebih dahulu hasil pencapaian kita, apakah hasil yang kita capai sebaik dia, lebih baik dari dia, atau lebih buruk dari dia.
Allah
S.W.T. berfirman : “dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali
(dirinya sendiri) .” (QS. Al qiyaamah:2) Firman Allah ini mungkin kita
tidak banyak tau tentang apa yang harus disesali kita saat ini ,
karena kita sudah mulai terbawa dengan keadaan sekitar kita untuk
berbicara apa dan apa yang kita mau. Kita sekarang lebih banyak
menyalahkan orang lain apabila kita mendapat musibah yang sebenarnya itu
adalah akibat dari diri sendiri ini, namun karena ketidak tauan kita
dalam menelaah sikap dari sendiri atau INTROSPEKSI atas diri sendiri,
menyalahkan orang lain akan menimbulkan kedengkian diantara sesama
teman.
Seperti hal berikut ini: “Barangsiapa yg mengenal dirinya,
ia akan sibuk untuk memperbaiki diri daripada sibuk mencari-cari aib
dan kesalahan orang lain.”(Ibnul Qayyim). Sebenarnya beruntunglah kita
jika kita bisa mengenali diri dan bisa merubah sikap diri dari pada
kita sibuk mencari kesalahan dan aib seseoarng, karena hal mencari aib
seseorang itu sama juga halnya sikap kita adalah tidak bisa menjaga
sebuah amanah itu sendiri yang bisa kita kiatkan dengan tidak bisa
dipercaya untuk diberi suatu amanah. Dalam hal lain juga bahwa orang
yang pandai dan cerdas inilah mereka akan senang memperbaiki dirinya
sendiri dari pada memperbaiki orang lain dan menyalahkan hal yang
berkaitan, tapi kita juga diharuskan untuk selalu mengingatkan teman
kita agar selalu bisa bersikap dalam hal ini. Digambarkan bahwa orang
yang suka mengolok-olok atau menyalahkan orang lain ini sama halnya
mereka itu selalu terbawa oleh sikap hawa nafsu yang akan menjerumuskan
kita kedalam kehinaan.
Seperti hadis berikut ini : “Orang yang
pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta
beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah
adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan
terhadap Allah Swt” (HR. Tarmidzi).
Firman Allah S.W.T.
Hai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al hasyir:18)
Dari hal ini
lah kita sebagai orang yang mempunyai keimanan itu hendaknya kita
memperhatikan apa – apa yang akan dan telah dilakukan agar tidak
menimbulkan kekacauan disekitar kita. Introspeksi diri ini sangat baik
halnya dari pada menyalahkan atau mencari kesalahan orang lain. Selagi
diri masih mempunyai kekurang apalah gunanya kita mencari kekuarangan
orang lain. Seperti sesuatu yang ditulis oleh HASAN AL
BASRI “mengtakan:”seseorang muslim lebih banyak bermuhasabah diri
sendiri daripada menilai temannya”.,,,,,,,Maka ambillah ( kejadian itu
)untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.”( QS
Al hasyr: 2 )
Bagi seorang mukmin yang senantiasa merasa diawasi
oleh Allah, wajib mengerti bahwa “perkataan” itu termasuk amalannya
yang kelak akan dihisab: amalan baik maupun buruk. Karena pena Ilahi
tidak meng-alpakan, tidak pernah lalai ataupun menghapuskan satupun
perkataan yang diucapkan manusia. Ia pasti mencatat dan memasukkannya
ke dalam buku amal. Ingatlah bahwa semuanya, kelak harus kita
pertanggungjawabkan.
Dalam sebuah riwayat, khalifah Umar bin
Khatab berwasiat : ”Hitung – hitunglah dirimu sendiri sebelum kamu
dihitung, dan timbang-timbanglah diri terlebih dahulu sebelum kamu
ditimbang, dan persiapkanlah dirimu untuk menghadapi alam terbuka yang
besar (Mahsyar).